PILIHAN KATA (DIKSI) - MATERI BAHASA INDONESIA
A. PENGERTIAN DIKSI
Diksi adalah pilihan kata. Pilihan kata merupakan kegiatan untuk memilih kata secara tepat dan sesuai dalam mengungkapkan informasi, maksud, dan tujuan kepada penyimak atau pembaca baik secara lisan maupun tulisan. Ketepatan kata sangat penting dalam mengekspresikan maksud dan tujuan. Selain itu, pemilihan kata juga harus sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu sendiri.
Diksi sangat menentukan gaya bahasa. Gaya bahasa ditentukan oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Kata, kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika diungkapkan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kemenarikan, kesopanan, tingkat keresmian atau realita. Selain itu, pilihan kata yang didukung dengan tanda baca yang tepat dapat menimbulkan nada kebahasaan, yaitu sugesti yang terekspresi melalui rangkaian kata yang disertai penekanan mampu menghasilkan daya persuasi yang tinggi. Pemaikaian diksi yang baik dan tepat akan membantu pembicara dan pendengar dalam menyelesaikan masalah, begitupun sebaliknya, gagasan atau ide akan sulit dimengerti jika diksi yang digunakan salah sasaran atau tidak sesuai dengan konteks pembicara dan pendengar.
B. TUJUAN DAN FUNGSI DIKSI
Tujuan diksi adalah untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Sebuah kata tentunya akan lebih jelas jika pilihan kata yang digunakan tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interprestasi yang berbeda antara penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana. Hal ini juga berfungsi untuk menghaluskan kata dan kalimatagar terasa lebih indah. Diksi adalah pilihan kata yang berfungsi untuk mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam suatu cerita.
Fungsi diksi adalah sebagai berikut :
1. Membuat komunikasi menjadi lebih efektif.
2. Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
Menciptakan suasana yang tepat.
3. Mencegah perbedaan penafsiran.
4. Mencegah salah pemahaman.
5. Pencapaian target komunikasi lebih efektif.
6. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
7. Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
8. Membuat orang yang membaca ataupun mendengar karya sastra menjadi lebih paham mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pengarang.
9. Melambangkan ekspresi yang ada dalam gagasan verbal “tertulis maupun terucap”.
10. Membentuk ekspresi ataupun gagasan yang tepat sehingga dapat menyenangkan pendengar ataupun pembacanya.
C. SYARAT-SYARAT KETEPATAN PILIHAN KATA
1. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim misalnya : ialah, adalah, dalam pemakaian berbeda-beda. Kata ialah harus diikuti sinonim, bukan definisi formal. Jika menggunakan ialah maka harus disertai sinonim.
Manusia ialah orang. (benar dan cermat)
Manusia ialah makhluk yang berakal budi. (salah, tidak cermat)
Manusia adalah makhluk yang berakal budi. (benar dan cermat)
2. Membedakan makna denotassi dan konotasi dengan cermat. Denotasi yaitu kata yang bermakna lugass dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotassi dapat menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetika dan kesopanan.
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya : interferensi (saling mempengaruhi) dan inferensi (kesimpulan), sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan).
4. Menggunakan kata abstrak dan konkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya : pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus (misalnya : mangga, sarapan, berenang).
5. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya : pria dan laki-laki, saya dan aku, serta buku dan kitab), berhomofon (misalnya : bang dan bank), berhomograf (misalnya : apel (buah) dan apel (upacara), teras (serambi) dan teras (pejabat)), berhomonim (misalnya : buku (tulang) dan buku (kitab)).
6. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya : isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya, kabar angin, desas desus).
7. Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum), fortuner (kata khusus).
8. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
9. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi.
10. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya modern sering diartikan secara subjektif canggih, menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, rewel, bergaya intelektual.
D. KESESUAIAN KATA
Syarat kesesuaian kata :
1. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampurkan penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan misalnya : hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku).
2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya : kencing (kurang sopan), buang air kecil(lebih sopan), pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus).
3. Menggunakan kata berpasangan (idiotomik) dan berlawanan makna dengan cermat, misalnya : sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya… melainkan juga (benar), bukan hanya… tetapi juga (salah), tidak hanya… tetapi juga (benar).
4. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya : berjalan lambat, mengesot, dan merangak, merah darah, merah hati.
5. Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah dan komunikasi non- ilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata popular, misalnya : argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).
6. Menghindari penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya : tulis, bahasa kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan, dikerjakan (bahasa tulis).
E. JENIS MAKNA
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita, makna leksem. Contoh : Tikus itu mati diterkam kucing. Kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya tifus.
Makna gramatikal adalah makna yang timbul karena proses gramatikal atau tata bahasa, makna ini sering juga disebut makna konstektual atau makna situasional. Proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat batu seberat itu terangkat juga oleh adik melahirkan makna “dapat”. Kalimat berikut ini juga menunjukan contoh makna gramatikal, ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal “tidak sengaja”.
2. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Pembeda makna denotatif dengan konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Makna denotatif (sering juga disebut denotasional , makna konseptual, makna kognitif, makna referensial) adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya, atau dengan kata lain makna sebenernya. Misalnya wanita dan perempuan secara denotatif bermakna “manusia dewasa dan laki-laki”. Sekalipun kata wanita dan perempuan juga bisa punya nilai rasa yang melahirkan makna konotasi.
Makna kontatif adalah makna kiasan, atau makna tambahan, atau yang muncul karena nilai rasa. Contoh kata merah putih bermakna denotasi adalah secarik kain yang berwarna merah dan putih. Tetapi bila makna konotasi dapat diartikan merah berarti berani dan putih berarti suci.
3. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa. Misalnya kata melati berasosiasi dengan makna suci dan kesucian.
Karena makna asosiasi ini berhubungan dengan nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berrati juga berurusan dengan nilai rasa bahasa, maka ke dalam makna asosiatif ini termasuk juga makna konokatif seperti seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya. Disamping itu ke dalamnya termasuk juga makna lain seperti makna statiska, makna afektif , dan makna kolokatif.
Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan didalam masyarakat. Karena itu dibedakan makna rumah, pondok, keratin, kediamaan, dan tempat tinggal.
Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisan daripada secara tertulis. “tutup mulut kalian!” bentaknya kepada kami dibandingkan “mohon diam sebentar!” katanya kepada anak-anak itu.
Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase (ko=sama, bersama; lokasi=tempat). Contoh kata laju, cepat, deras. Kata-kata ini bermakna sama tetapi pasti mempunyai kolokasi yang berbeda. Kita bisa mengatakan hujan deras dan berlari cepat kosakata ini tidak boleh dipertukaran.
[Az Zahra Dwi Nur Adiya]
Comments
Post a Comment